Tuesday, February 9, 2016

Makalah Lingkungan Politik

BAB I
PENDAHULUAN

      A.   Latar Belakang
           Dalam proses pembangunan suatu negara, terdapat banyak aspek penting yang harus diperhatikan dan dimengerti. Dari segala aspek yang ada, aspek ekonomi mempunyai pengaruh yang cukup besar. Di dalam aspek ekonomi, ada banyak variabel yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Salah satu variabel yang memiliki pengaruh terhadap pembangunan ekonomi di suatu negara adalah investasi. Apabila seseorang memiliki pendapatan yang melebihi tingkat konsumsinya, maka ia dapat menggunakan kekayaannya untuk menabung (saving) atau investasi (investment). Terkadang suatu negara memiliki kesulitan dalam mengelola atau menggali sumber daya alam yang mereka miliki. Hal tersebut disebabkan antara lain karena minimnya pengetahuan atau teknologi (SDM) yang dimiliki, kurangnya dana atau modal yang dimiliki oleh suatu negara, dan sebagainya. Apabila hal itu terjadi, maka negara tersebut akan memberikan kesempatan kepada pihak asing (foreigner) untuk mengelola sumber daya alam tersebut. Hal ini sudah banyak terjadi di Indonesia, contohnya PT. Freeport di Papua Barat, Petronas, dan sebagainya. Dengan demikian, telah banyak pihak asing yang menanamkan modalnya (melakukan investasi) di Indonesia. Pihak asing (foreigner) harus mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan penanaman modal (investasi).
           Faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat penanaman modal asing di Indonesia adalah situasi / kondisi politik dan ekonomi di suatu negara. Apabila kondisi politik dan ekonomi di suatu negara tidak kondusif maka pihak asing tidak akan bersedia menanamkan modalnya di negara itu. Pada tahun 1997, kondisi politik dan ekonomi di Indonesia bergejolak. Pada saat itu, inflasi meningkat, nilai tukar rupiah merosot, sehingga perekonomian Indonesia ambruk dan terjadi resesi ekonomi. Antara kurun waktu tahun 1997–1999 tingkat penanaman modal asing menjadi berkurang. Hal ini disebabkan karena pihak asing (foreigner) tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap pemerintah Indonesia. Bagaimana mungkin mereka bersedia menanamkan modalnya kepada negara yang stabilitas ekonomi, politik dan keamanannya tidak terkendali.

BAB II
PEMBAHASAN
   
     A.   Pengaruh Lingkungan Politik Terhadap Kemajuan Usaha di Indonesia
           Dalam berusaha sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya terhadap organisasi. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan maupun kebijakan politik di suatu negara dapat menimbulkan dampak besar pada sektor keuangan dan perekonomian negara tersebut. Risiko politik umumnya berkaitan erat dengan pemerintahan serta situasi politik dan keamanan di suatu negara.
           Setiap tindakan dalam organisasi usaha adalah politik, kecuali organisasi charity atau sosial. Faktor-faktor tersebut menentukan kelancaran berlangsungnya suatu usaha. Oleh karena itu, jika situasi politik mendukung, maka usaha secara umum akan berjalan dengan lancar. Dari segi pasar saham, situasi politik yang kondusif akan membuat harga saham naik. Sebaliknya, jika situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian dalam usaha.
           Dalam konteks ini, kinerja sistem ekonomi-politik sudah berinteraksi satu sama lain, yang menyebabkan setiap peristiwa ekonomi-politik tidak lagi dibatasi oleh batas-batas tertentu Sebagai contoh, IMF, atau Bank Dunia, atau bahkan para investor asing mempertimbangkan peristiwa politik nasional dan lebih merefleksikan kompromi-kompromi antara kekuatan politik nasional dan kekuatan-kekuatan internasional.
           Tiap pembentukan pola usaha juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan administrasi publik di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi atau perilaku usaha.
           Terdapat politik yang dirancang untuk menjauhkan campur tangan pemerintah dalam bidang perekonomian/usaha. Sistemnya disebut sistem liberal dan politiknya demokratis. Ada politik yang bersifat intervensionis secara penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih. Ada pula politik yang cenderung mengarahkan agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan dalam bidang ekonomi usaha.
Indonesia lebih mengacu pada pola terakhir, yakni pemerintah terlibat atau turut campur tangan dalam usaha. Hal ini dapat dilihat dalam hukum maupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menunjang perekonomian dan usaha.
      
      B.   Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Usaha di Indoenesia Era Orde Baru
           Pada awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah mencanangkan pembangunan ekonomi dan industri. Pada waktu itu posisi pengusaha dalam negeri masih dalam keadaan yang tidak kuat untuk berdiri sendiri.. Akibatnya, pemerintah (negara) menjadi dominan dalam perekonomian. Pengusaha menggantungkan diri kepada pemerintah. Hal ini menimbulakan konsekuensi yaitu pemerintah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi atau dengan kata lain pemerintah menjadi sumber penggerak investasi dan pengalokasian kekayaan nasional. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya menyediakan proyek, kontrak, konsesi pengeboran minyak dan eksploitasi hutan, serta lisensi agen tunggal, melainkan juga kredit besar dan subsidi. Pemerintah juga menunjang dengan kebijakan proteksi serta pemberian hak monopoli impor dan pasar.
           Pada masa tersebut, pemerintah cenderung menghasilkan dua lapisan ekonomi-politik utama, yaitu birokrat-politik yang melibatkan lingkup keluarganya dalam usaha, serta pengusaha yang dapat berkembang berkat dukungan khusus dari pemerintah (mulai berkembangnya KKN). Kedua lapisan ini mendominasi perekonomian dan politik. Dalam perkembangan sistem ekonomi tersebut, pemerintah sebagai sumber penggerak investasi dan pengalokasian kekayaan nasional hanyalah bersifat jangka pendek. Kemampuan pemerintah menyediakan segalanya dibatasi oleh gerak sistem ekonomi. Indonesia menjadi rawan akan krisis. Pola usaha tersebut memerlukan sebuah rezim politik yang mampu mengendalikan reaksi kaum buruh dan gerakan demokratisasi. Untuk keperluan ini rakyat berhasil dijauhkan dari partisipasi politik. Pembangunan ekonomi dijaga dengan kekuatan militer yang kuat sehingga terlihat stabil. Pertumbuhan partai politik dan pengekpresian politik dilarang dalam upaya menciptakan kestabilan untuk pertumbuhan ekonomi. Rakyat seakan dibungkam untuk menuntut hak-haknya atas nama pembangunan ekonomi. Pada masa Orde baru, bentuk partisipasi rakyat diatur agar hanya terlibat pada pemilihan umum anggota DPR dan DPRD. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kaitan politik dan birokratik dalam pola usaha. Pemerintah sudah sejak awal jadi mesin pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan para birokrat-politik terlibat usaha yang bersifat jangka pendek. Pola ini tidak mendorong tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka panjang..
           Sistem politik Indonesia pada masa itu mempunyai kelemahan, salah satu diantaranya adalah sedikitnya sumber-sumber yang dapat menjadi penekan dan penyeimbang atas kekuatan pemerintah, di tingkat nasional atau daerah. Padahal, kekuatan penekan sangat diperlukan untuk melakukan kontrol, maupun sumbangan-sumbangan gagasan dan pemikiran untuk membentuk bangunan sosial politik yang lebih aspiratif.
           Pengaruh kalangan non-pemerintah, termasuk dari pengusaha dan profesional sangat terbatas dan acap diabaikan. Kecuali para pengusaha tertentu yang mempunyai koneksi langsung dengan penguasa. Ketergantungan ekonomi swasta pada pemerintah menimbulkan hubungan yang sangat tidak sehat di antara keduanya, yang jika dipandang dari sudut politik, usaha, dan masyarakat luas sangatlah merugikan. Konsekuensi dari hubungan yang tidak sehat tampak nyata ketika Indonesia diterpa krisis ekonomi, sosial dan politik sekaligus, yang mengalami kesulitan untuk diperbaiki.
           Kalangan usaha dan profesi swasta yang merupakan unsur krusial dalam pembentukan kelas menengah, selama zaman Orde Baru tidak memiliki kesempatan untuk membentuk asosiasi maupun organisasi yang mampu berfungsi sebagai sumber kritik, pengaruh, dan sumbangan ide pada perencanaan politik, ekonomi dan sosial. Unsur-unsur baru dari kalangan profesional maupun kalangan usaha cenderung menghindarkan diri dari politik dan berkonsentrasi pada bidangnya sendiri yang sempit.
           Semua hal tersebut membuat sistem ekonomi Indonesia menjadi cukup rawan krisis, terutama krisis fiskal dan krisis keuangan. Terjadinya krisis rupiah dan berbagai dampaknya membuat pemerintah terpaksa harus mengeluarkan sejumlah kebijakan deregulasi di bidang ekonomi. Secara politik, kebijakan ini memacu pertumbuhan sektor swasta, termasuk swastanisasi BUMN. Hal ini menuntut pemerintah untuk melakukan pembenahan besar-besaran. Pemerintah terpaksa menerima tawaran IMF untuk menyetujui Nota Kesepakatan menuju reformasi ekonomi. Krisis ekonomi memang menimbulkan dampak politik yang lebih kuat. pemerintah semakin didesak untuk melepaskan keterlibatannya dari usaha dan untuk lebih menjalankan fungsi sebagai perlengkapan politik supaya dapat bertugas menyehatkan sistem ekonomi.
           Sistem peraturan hukum yang kuat sangat dibutuhkan untuk menopang kinerja reformasi ekonomi. Kalangan dunia usaha semakin menuntut kepastian hukum. Krisis rupiah yang semakin parah sampai menggerogoti sistem ekonomi, telah memperlemah posisi birokrat-politik. Banyak dari mereka yang mulai terbuka terhadap reformasi politik. Banyak telah menyatakan perlunya reformasi. Hasil kemajuan ekonomi secara internal telah menghasilkan sebagian lapisan yang menghendaki reformasi politik. Kalangan usaha menghendaki tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka panjang. Semua ini hanya dapat dicapai dengan program reformasi ekonomi dan diperkuat dengan reformasi politik.
    
     C.   Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Usaha di Indonesia pada Era Reformasi
           Struktur dan pandangan rezim Orde Baru telah menjadikan kalangan usaha dan profesional merasa lebih mudah dan aman untuk mengikuti keadaan daripada mencoba mendorongnya ke arah lain yang lebih sehat. Kecenderungan ini dengan sendirinya memperluaskan korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan kekuasaan pada zaman Orde Baru. Pada era reformasi, gejala-gejala itu sulit dihilangkan karena telah mengakar di setiap lembaga negara, maupun di kalangan usaha dan profesional. Masalahnya bukan hanya korupsi yang sulit diatasi, tetapi juga hilangnya orientasi terhadap kepentingan masyarakat luas dan lemahnya kemauan untuk merombak sistem politik, termasuk lembaga-lembaga negara yang amat perlu diperbaiki, struktur ekonomi, dan hubungan antara warga negara dan negara.
           Di dalam negeri, perubahan di bidang politik dan pemerintahan yang diwarnai dengan adanya perubahan signifikan dalam sistem politik (terjadi proses demokratisasi) membuka suatu peluang baru dan juga ancaman baru bagi dunia usaha di Indonesia. Keputusan-keputusan politik atau hukum perlu juga selalu dicermati. Perubahan-perubahan kepemimpinan seringkali berakibat terjadinya perubahan dalam keputusan politik dan yang akhirnya berdampak secara langsung terhadap kondisi usaha. Sebagai contoh. Pada saat Orde baru, perdagangan Bahan Pangan Pokok selalu dikendalikan oleh Pemerintah melalui BULOG, sehingga ada kondisi yang stabil dalam perdagangan Bahan Pangan Pokok tersebut. Tetapi, setelah reformasi peran BULOG diredefinisi sehingga tidak menjadi pemain sentral dan akhirnya seringkali berdampak terhadap terjadinya fluktuasi harga dan kelangkaan barang yang disebabkan permainan spekulan, sehingga yang terkena dampak/pengaruhnya adalah rakyat miskin yang semakin menderita untuk mendapakan kebutuhan pangan mereka.
           Di tahun 2007 yang lalu kondisi perpolitikan nasional relatif stabil, walaupun banyak unjuk rasa diberbagai daerah terutama menyangkut kekisruhan hasil Pilkada dan di tingkat nasional menyangkut kebijakan pemerintah tentang UU PA, UU PMA, UU Pornografi dan UU Politik yang banyak menimbulkan kontroversi dari masyarakat. Dari kondisi politik yang demikian ternyata pengaruh terhadap sektor ekonomi tidak begitu signifikan. Tercatat kondisi pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 merupakan kondisi terbaik sejak krisis ekonomi 1998. Berbagai sektor ekonomi mengalami peningkatan, di sektor properti, nilai kredit properti yang dirilis Bank Indonesia (BI) per Juni 2007 sebesar Rp130,93 Trilyun naik 7-8% dibandingkan tahun sebelumnya. (1)
           Di tahun 2008 ini perilaku ekonomi menjadi sering kali sulit diprediksi. Bahkan oleh Pemerintah sekalipun yang memiliki ekonom-ekonom yang sangat pakar di bidangnya. Sebagai contoh yang nyata adalah dalam penyusunan APBN 2008 prediksi harga minyak 80 US $ per barel, tapi pada awal tahun perekonomian nasional dikejutkan dengan kenaikan harga minyak dunia yang menembus batas sampai 100 US $ per barel bahkan melewati 110 US $ per barel sampai akhir kuartal pertama 2008. Kenaikan ini tentunya berpengaruh terhadap asumsi APBN tahun 2008 sehingga pemerintah mau tidak mau dihadapkan pada pilihan sulit antara tetap mempertahankan subsidi BBM dengan harga yang ada atau menaikkan harga BBM untuk mengurangi defisit APBN yang terlalu berat. Selain itu dari sektor perbankan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan menurunkan BI rate menjadi 8% per Januari 2008. (2) Dengan dikeluarkan kebijakan ini memberikan peluang bagi sektor properti untuk bisa berkembang. Namun dari bidang politik kemungkinan-kemungkinan negatif bisa terjadi mengingat kondisi tahun 2008 masih rawan karena semua partai politik akan bekerja keras untuk meraih dukungan massa, gesekan-gesekan politik kemungkinan akan mudah terjadi. Tentunya kondisi serupa dihadapi oleh para peusaha, sulit sekali untuk secara akurat memprediksi kondisi ekonomi. Hal ini antara lain juga dampak globalisasi yang menyebabkan kondisi ekonomi di suatu negara dapat berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi negara lainnya. Bahkan ketika ramalan tentang kondisi ekonomi akurat, masih belum jelas dampak ekonomi terhadap industri tertentu. Sebagai contoh nyata, seperti yang telah diketahui bersama saat ini beberapa sektor industri sedang digoncang krisis akibat pengaruh krisis global yang tengah melanda dunia. Beberapa perusahaan telah berencana merumahkan bahkan memPHK karyawan-karyawannya.
           Dalam sektor perbankan, kalangan perbankan mengkhawatirkan gejolak ekonomi global akan menggerus kinerja perbankan di tengah situasi politik yang mulai menghangat menjelang pemilihan umum 2009. Di sisi lain, Bank Indonesia meyakini fundamental industri perbankan dalam negeri cukup kuat, sehingga bank sentral meminta sejumlah kalangan agar tetap optimistis. Direktur Bank NISP Rudy Hamdani menyatakan pihaknya mulai 'mencium' gelagat dampak dari gejolak perekonomian dunia terhadap perekonomian dalam negeri, disusul peningkatan suhu politik menjelang 2009. Akan tetapi di sisi lain, di tengah indikator ekonomi akabibat kenaikan harga bahan bakar minyak, yang berpengaruh besar dan cenderung negatif terhadap perilaku usaha, kalangan perbankan merasa optimis dapat meningkatkan pertumbuhan kredit. Suhu politik Pemilu 2009 yang sudah mulai terasa, diharapkan dapat mendorong gairah perekonomian. Dana-dana politik dan perputaran uang untuk tujuan politik dan kampanye semakin lancar sehingga diharapakan terjadi pertumbuhan dana ekonomi pihak ketiga dan pertumbuhan usaha yang berkaitan dengan politik, sebagai contoh usaha percetakan dan usaha sablon bendera dan sebagainya.
           Proyeksi semua sektor ekonomi pada tahun 2008 selalu dikaitkan dengan variabel politik. Hal ini disebabkan suhu politik di tahun 2008 diprediksi akan meningkat karena persiapan Pemilu 2009. Faktor politik pasti berdampak pada perekonomian, terutama pada investasi. Situasi politik menjelang pemilu dan Sidang Umum MPR, melahirkan iklim ketidakpastian bagi investor, terutama investor asing. Adapun pengaruh politik menjelang Pemilihan Presiden 2009 diyakini akan memengaruhi uang beredar. Di satu sisi, aktivitas ekonomi akan menurun seiring dengan keterlibatan pelaku ekonomi dalam pemilu.
Hubungan sektor usaha dengan politik lebih mengacu pada konteks ekonomi yang dipengaruhi oleh kebijakan politik, apabila kondisi politik tidak menentu atau mengalami kekacauan (chaos) akan berdampak kepada perekonomian terutama menyangkut sektor industri; permintaan dan penawaran tidak seimbang dan distribusi barang akan terganggu. Apabila ini berlanjut maka akan terjadi inflasi tinggi yang ditandai dengan kenaikan harga akibat permintaan yang menurun drastis atau bajhkan tidak adanya permintaan. Di sisi lain,pengaruh gejolak politik pada kegiatan ekonomi, tidak dapat diukur dengan eksak dan laporan angka-angka. Para pengamat hanya dapat menganalisa kualitas dampaknya.

      D.   Peluang mengatasai dampak negatif pengaruh politik terhadap usaha
           Dalam suasana sekarang yang penuh ketidakpastian politik dan ekonomi, ada semacam peluang untuk mengatasi hubungan antara pemerintah dan usaha melalui pembagian kekuasaan, strategi pembangunan menurut sektor-sektor yang sebaiknya diurus para pengusaha swasta atau negara, dan seterusnya. Selain itu, diperlukan juga semacam ideologi dan program tentang peranan usaha, harapannya, dan tanggung jawabnya pada masyarakat, tentang hak dan kewajiban yang bersangkutan dengan penegakkan etika usaha, tanggung jawab sosial perusahaan dan sejenisnya.
           Hal ini tentu saja bukan pekerjaan yang mudah. Berbagai masalah yang sedang melilit negeri ini seperti stabilitas politik, kesulitan ekonomi, peninggalan masa lalu terhadap buruknya praktik usaha, serta ketegangan dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan swasta sangat mempengaruhi proses tersebut. Memperbaiki pandangan umum terhadap dunia usaha sangat penting sekaligus sangat sukar, dan menghilangkan kecurigaan rakyat terhadap kalangan usaha membutuhkan waktu. Tetapi semua harus dilakukan secara terencana dan terorganisir. Sebuah harapan terwujudnya trias etika: etika pemerintahan, etika profesi, dan etika usaha. ICW mengambil posisi untuk bersama-sama rakyat membangun gerakan sosial memberantas korupsi dan berupaya mengimbangi persekongkolan kekuatan birokrasi pemerintah dan usaha. Dengan demikian reformasi di bidang hukum, politik, ekonomi dan sosial untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang demokratis dan berkeadilan sosial serta berekonomi baik dapat diwujudkan.
           Pada akhirnya kondisi perekonomian akan bisa tumbuh apabila pemerintah tetap berperan sebagai partner yang menguntungkan bagi berkembangnya perilaku usaha yang dipengaruhi oleh kondisi politik dalam negeri. Instrumen-intrumen investasi perlu diinovasi, birokrasi perijinan dan sektor perbankan diharapkan mampu mendukung sektor usaha dalam menghadapai pengaruh situasi dan kondisi politik.
           Demokrasi dalam satu dasawarsa terakhir turut mewarnai sejarah dalam sistem politik di Indonesia. Hal ini ditandai dengan kebebasan seseorang untuk mengemukakan pendapat melalui media cetak maupun elektronik yang dianggap dapat menyalurkan ide dan suara mereka.Perkembangan dunia jurnalistik yang dalam era sebelum reformasi seolah dikekang oleh Pemerintah juga turut berperan dalam mengawal transisi sistem perpolitikan di Indonesia.
           Setelah era reformasi bergulir, kegiatan pemerintahan yang tadinya bersifat sentralis berubah menjadi desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi, menjadi desentralisasi wewenang yang berarti meningkatnya peran pemerintah daerah akibat berkurangnya campur tangan pemerintah pusat dalam mengatur wilayahnya masing-masing demi tercapainya kesejahteraan masyarakat setempat sesuai koridor yang berlaku (Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
           Sejatinya, politik dan bisnis mempunyai pola hubungan yang saling terkait.Layaknya hubungan timbal balik antar individu, aktifitas politik seharusnya dapat menunjang kegiatan bisnis dalam sebuah lingkup Negara. Hal yang sama terjadi dengan bisnis yang dapat mendukung kegiatan politik untuk mempertahankan kedaulatan Negara.
Tidak heran, jika kita lihat para pelaku bisnis sangat dekat dengan dunia politik.Bahkan, beberapa di antaranya juga merupakan figur politik yang sangat dikenal oleh masyarakat. Keterlibatan mereka dapat kita rasakan saat pemilihan kepala daerah maupun pemilihan anggota legislative baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah. Mereka menyadari bahwa para elit politik ini memegang peranan penting dalam membuat kebijakan yang nantinya akan menentukan iklim perekonomian di daerah tersebut.

      E.    Otonomi Daerah dan Bisnis
           Indonesia merupakan negara hukum berbentuk republik yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan bersifat parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Walaupun populasi Muslim di Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia tetapi Indonesia bukanlah sebuah Negara Islam.  Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu) dan di bawah payung Pancasila, Negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa ini menjelma menjadi sebuah Negara yang mampu mengatasi problematika kemajemukan yang ada.
           Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang Wakil Presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri yang juga pembantu presiden. Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu, Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD.Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman.Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.
           Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi.Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
           Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat   menurut  prakarsa   sendiri berdasarkan  aspirasi.
           Dengan alasan inilah Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih dengan harapan terciptanya keunggulan kompetitif bagi dunia bisnis. Otonomi daerah diharapakan dapat menjawab semua permasalahan politik terkait lingkungan bisnis.
           Hal yang terjadi malah sebaliknya, otonomi yang dimiliki daerah tidak malah meningkatkan daya saing. Kesempatan ini malah dimanfaatkan untuk bisa mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga para pelaku bisnis bukannya mendapatkan kemudahan dari kebijakan yang dibuat oleh pejabat daerah tetapi malah menambah beban biaya operasional mereka.Belum lagi maraknya “pungli” (pungutan liar) yang dilakukan oleh oknum aparat yang seharusnya malah memerangi dan memberantas penyalahgunaan wewenang. Mental korupsi yang dulunya dilakukan oleh pejabat pusat malah menjalar hingga pejabat tingkat daerah yang notabenenya pada era orde baru kurang mendapatkan kesempatan.
           Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) mengenai korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah kota  dan rangkuman Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tentang daerah-daerah yang memiliki potensi korupsi seharusnya membuat masyarakat miris bagaimana pendapatan mereka yang berasal dari pajak bukannya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan malah dipakai untuk kepentingan pribadi dan golongan. Belum lagi dengan mudahnya para pejabat disogok untuk melancarkan bisnis para “pengusaha hitam” yang sebetulnya dalam jangka panjang akan lebih banyak memberikan kerugian dan kerusakan lingkungan dibandingkan keuntungan. Anehnya, para pelakunya tidak hanya berasal dari eksekutif dan legislatif tetapi juga menjalar hingga pihak yudikatif yang seharusnya menghukum para pelaku tersebut.
           Padahal di era globalisasi ini, Pemerintah mempunyai peran vital dalam menentukan tingkat daya saing industry dalam suatu Negara.Krisis Eropa membuat para investor global mengalihkan perhatian mereka kepada Asia yang dianggap memiliki potensi ekonomi yang relative stabil. Tetapi, pada kenyataannya, Peringkat daya saing global (global competitiveness index/GCI) Indonesia turun untuk periode 2012-2013 dari ranking 46 menjadi ranking 50.
           Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik J. Rachbini mengatakan bahwa para pengusaha di Indonesia mengibaratkan birokrasi pemerintahan sebagai momok penghambat dunia usaha, sebagai anggota G-20 level ekonomi Indonesia layak disejajarkan dengan negara maju, tetapi birokrasinya seperti negara-negara di Afrika. Bahkan menurut beberapa pengamat, Negara ini sebetulnya tidak membutuhkan peran presiden, menteri dan elit politik lainnya untuk mendukung ekonomi Indonesia. Julukan Negara “Autopilot” pun disematkan karena ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh tanpa peran aktif mereka.
           Hal lain yang turut mendapatkan sorotan adalah bagaimana kesiapan infrastruktur yang ada dalam menyokong beban operasional perusahaan. Permasalahan dari masalah hulu seperti tidak optimalnya supply listrik dari PLN hingga masalah jalan yang sangat buruk kualitasnya sehingga membuat bengkak biaya logistic dan memperlambat konektifitas antar daerah maupun antar Negara (ekspor dan impor).
           Alasan klasik yang selalu diberikan pemerintah adalah ketidakmampuan atas biaya investasi yang diperlukan. Dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang seyogyanya dapat digunakan untuk infrastruktur lebih banyak dipakai untuk gaji aparatur Negara. Padahal seperti yang kita ketahui jumlah para pegawai tidak berdampak langsung pada kualitas birokrasi. Birokrasi kita lebih membutuhkan pekerja yang memiliki skill dan etika.
           Rizal Mallarangeng menyebutkan agar  sebuah  negeri  bisa  dikatakan  demokratis,  setidaknya harus ada tiga prasyarat kelembagaan. Pertama, undang­undang yang  menjamin  hak­hak  politik  yang  paling  dasar  bagi  tiap warganegara,  seperti  hak  untuk  berpendapat,  beragama  dan berserikat.  Kedua,  pers  yang  bebas.  Dan  ketiga,  pemilu  yang jujur  dan  lembaga  perwakilan  yang  otonom. Pers yang tidak termasuk dalam konstitusi dapat didayagunakan sebagai pengawas pemerintah. Pers atau media massa dapat dijadikan sebagai penghubung informasi antara Negara dengan publik.
           Dalam era globalisasi saat ini, batas-batas kedaulatan Negara hampir tidak terlihat. Pernyataan ini jangan dimaknakan dalam arti sesungguhnya bahwa untuk memasuki wilayah teritori keadulatan lain seseorang atau kelompok tertentu mempunyai kebebasan. Batas-batas di sini lebih dikondisikan dalam persaingan ekonomi antar Negara. Hubungan politik dengan bisnis lebih mengacu pada konteks ekonomi yang dipengaruhi oleh kebijakan politik, apabila kondisi politik tidak menentu maka dampaknya akan dapat dirasakan oleh industri. Sistem demokrasi diharapkan dapat bersinkronisasi dengan mekanisme liberalisasi pasar.
           Pasar bebas janganlah dijadikan sebuah ancaman atau hambatan dalam liberalisasi perdagangan, melainkan peluang untuk menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan kekuatan ekonomi di panggung internasional. Naiknya peringkat Indonesia dari BB+ menjadi BBB- dari lembaga pemeringkat Fitch Ratings jangan membuat pemerintah cepat puas. Berita ini memang merupakan kabar baik jika dilihat bagaimana Indonesia mendapatkan peringkat utang di tengah krisis Amerika Serikat dan Eropa.
           Permasalahan semisal birokrasi, korupsi dan infrastruktur harus ditemukan segera solusinya sebelum Negara Asia lain mendapatkan momentum untuk meningkatkan daya saing ekonominya. Keberhasilan pemerintah akan dilihat seberapa jauh tahap implementasinya dan bagaimana dampaknya terhadap dunia usaha. Oleh karena itu, DPR sebagai badan legislasi harus mampu merumuskan undang-undang yang kompleks sebagai acuan dunia usaha, pun demikian Pemerintah juga harus mampu menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sekitar enam persen pada tahun 2012.



BAB III
PENUTUP

           Dari semua penjelasan di atas, maka dalam demokrasi muncul kekuatan baru dalam mengawal hubungan politik dengan dunia usaha yaitu pers. Persatau media massa yang memiliki independensi diharapkan mampu memberikan informasi yang objektif, tidak subjektif dan tidak memihak kepada siapapun. Pers yang juga disebut sebagai pilar demokrasi berfungsi sebagai kekuatan keempat setelah eksekutif, legislative dan yudikatif.
           Masalah-masalah inilah yang memunculkan perlunya rencana untuk meningkatkan dan mempercepat perekonomian Indonesia menuju kekuatan ekonomi regional dan global sekaligus mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia.Ide ini dirumuskan dalam proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI.MP3EI sendiri memiliki semangat Not Business as Usual dengan mempertimbangkan berbagai potensi dan keunggulan yang dimiliki, serta tantangan pembangunan yang harus dihadapi.
          
          



DAFTAR PUSTAKA

http://prasetyo-utomo.blogspot.com/2010/12/pengaruh-faktor-politik-terhadap-usaha.html
http://64.203.71.11/kompas-cetak.htm
http://nisaamelia08.blogspot.com/2013/11/bagaimanapengaruh-politik-terhadap.html
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/10/10/bisnis-dalam-lingkungan-politik-indonesia-494717.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Indonesia
















DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………….....
Daftar Isi ……………………………………………….……………..…

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang …………………………………………………..

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengaruh Lingkungan Politik Terhadap Kemajuan Usaha dii Indonesia …………………………………………………………
B.      Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Usaha di Indoenesia Era Orde Baru ……………………………………………………….
C.      Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Usaha di Indonesia pada Era Reformasi …………………………………………………….
D.     Peluang mengatasai dampak negatif pengaruh politik terhadap usaha ……………………………………………………………..
E.      Otonomi Daerah dan Bisnis ………………………………………

BAB III
PENUTUP ……………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………..…….
i
ii



1




2

3

5

8
10


14

15






















Text Box: ii
 



KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pemeliharaannyalah sehingga sampai hari ini kita semua masih tetap berada dalam keadaan sehat. Lebih dari itu, rasa syukur juga saya panjatkan karena dalam keadaan terbatas saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam proses penyusunan makalah ini diucapkan terima kasih.
Dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, namun kiranya dapat dimaklumi dan mendapat kritik dan saran yang dapat membangun untuk selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

                                                                   Poso,  Oktober 2014
                                                   Penyusun






















 

No comments:

Post a Comment

Profesi Pendidikan

RANGKUMAN PROFESI PENDIDIKAN O L E H ELFIRA. M. SUADE FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNSIMAR POSO 2014 ...