BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam proses pembangunan suatu
negara, terdapat banyak aspek penting yang harus diperhatikan dan dimengerti.
Dari segala aspek yang ada, aspek ekonomi mempunyai pengaruh yang cukup besar.
Di dalam aspek ekonomi, ada banyak variabel yang saling berkaitan satu dengan
yang lainnya. Salah satu variabel yang memiliki pengaruh terhadap pembangunan
ekonomi di suatu negara adalah investasi. Apabila seseorang memiliki pendapatan
yang melebihi tingkat konsumsinya, maka ia dapat menggunakan kekayaannya untuk
menabung (saving) atau investasi (investment). Terkadang suatu negara memiliki
kesulitan dalam mengelola atau menggali sumber daya alam yang mereka miliki.
Hal tersebut disebabkan antara lain karena minimnya pengetahuan atau teknologi
(SDM) yang dimiliki, kurangnya dana atau modal yang dimiliki oleh suatu negara,
dan sebagainya. Apabila hal itu terjadi, maka negara tersebut akan memberikan
kesempatan kepada pihak asing (foreigner) untuk mengelola sumber daya alam
tersebut. Hal ini sudah banyak terjadi di Indonesia, contohnya PT. Freeport di
Papua Barat, Petronas, dan sebagainya. Dengan demikian, telah banyak pihak
asing yang menanamkan modalnya (melakukan investasi) di Indonesia. Pihak asing
(foreigner) harus mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia
dalam menyelenggarakan penanaman modal (investasi).
Faktor lain yang juga mempengaruhi
tingkat penanaman modal asing di Indonesia adalah situasi / kondisi politik dan
ekonomi di suatu negara. Apabila kondisi politik dan ekonomi di suatu negara
tidak kondusif maka pihak asing tidak akan bersedia menanamkan modalnya di
negara itu. Pada tahun 1997, kondisi politik dan ekonomi di Indonesia
bergejolak. Pada saat itu, inflasi meningkat, nilai tukar rupiah merosot, sehingga
perekonomian Indonesia ambruk dan terjadi resesi ekonomi. Antara kurun waktu
tahun 1997–1999 tingkat penanaman modal asing menjadi berkurang. Hal ini
disebabkan karena pihak asing (foreigner) tidak lagi memiliki kepercayaan
terhadap pemerintah Indonesia. Bagaimana mungkin mereka bersedia menanamkan
modalnya kepada negara yang stabilitas ekonomi, politik dan keamanannya tidak
terkendali.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaruh
Lingkungan Politik Terhadap Kemajuan Usaha di Indonesia
Dalam berusaha sangatlah penting
mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya terhadap organisasi. Hal ini
patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan maupun kebijakan
politik di suatu negara dapat menimbulkan dampak besar pada sektor keuangan dan
perekonomian negara tersebut. Risiko politik umumnya berkaitan erat dengan
pemerintahan serta situasi politik dan keamanan di suatu negara.
Setiap tindakan dalam organisasi usaha
adalah politik, kecuali organisasi charity atau sosial. Faktor-faktor tersebut menentukan
kelancaran berlangsungnya suatu usaha. Oleh karena itu, jika situasi politik
mendukung, maka usaha secara umum akan berjalan dengan lancar. Dari segi pasar
saham, situasi politik yang kondusif akan membuat harga saham naik. Sebaliknya,
jika situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian
dalam usaha.
Dalam konteks ini, kinerja sistem
ekonomi-politik sudah berinteraksi satu sama lain, yang menyebabkan setiap
peristiwa ekonomi-politik tidak lagi dibatasi oleh batas-batas tertentu Sebagai
contoh, IMF, atau Bank Dunia, atau bahkan para investor asing mempertimbangkan
peristiwa politik nasional dan lebih merefleksikan kompromi-kompromi antara
kekuatan politik nasional dan kekuatan-kekuatan internasional.
Tiap pembentukan pola usaha juga
senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian
keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan
administrasi publik di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan
dengan kebijakan ekonomi atau perilaku usaha.
Terdapat politik yang dirancang untuk
menjauhkan campur tangan pemerintah dalam bidang perekonomian/usaha. Sistemnya
disebut sistem liberal dan politiknya demokratis. Ada politik yang bersifat
intervensionis secara penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih. Ada pula
politik yang cenderung mengarahkan agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan
dalam bidang ekonomi usaha.
Indonesia
lebih mengacu pada pola terakhir, yakni pemerintah terlibat atau turut campur
tangan dalam usaha. Hal ini dapat dilihat dalam hukum maupun
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menunjang perekonomian
dan usaha.
B.
Pengaruh
Politik terhadap Ekonomi dan Usaha di Indoenesia Era Orde Baru
Pada awal pemerintahan Orde Baru,
pemerintah mencanangkan pembangunan ekonomi dan industri. Pada waktu itu posisi
pengusaha dalam negeri masih dalam keadaan yang tidak kuat untuk berdiri
sendiri.. Akibatnya, pemerintah (negara) menjadi dominan dalam perekonomian.
Pengusaha menggantungkan diri kepada pemerintah. Hal ini menimbulakan
konsekuensi yaitu pemerintah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi atau dengan kata
lain pemerintah menjadi sumber penggerak investasi dan pengalokasian kekayaan
nasional. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya menyediakan proyek, kontrak,
konsesi pengeboran minyak dan eksploitasi hutan, serta lisensi agen tunggal,
melainkan juga kredit besar dan subsidi. Pemerintah juga menunjang dengan
kebijakan proteksi serta pemberian hak monopoli impor dan pasar.
Pada masa tersebut, pemerintah
cenderung menghasilkan dua lapisan ekonomi-politik utama, yaitu
birokrat-politik yang melibatkan lingkup keluarganya dalam usaha, serta
pengusaha yang dapat berkembang berkat dukungan khusus dari pemerintah (mulai
berkembangnya KKN). Kedua lapisan ini mendominasi perekonomian dan politik.
Dalam perkembangan sistem ekonomi tersebut, pemerintah sebagai sumber penggerak
investasi dan pengalokasian kekayaan nasional hanyalah bersifat jangka pendek.
Kemampuan pemerintah menyediakan segalanya dibatasi oleh gerak sistem ekonomi.
Indonesia menjadi rawan akan krisis. Pola usaha tersebut memerlukan sebuah
rezim politik yang mampu mengendalikan reaksi kaum buruh dan gerakan
demokratisasi. Untuk keperluan ini rakyat berhasil dijauhkan dari partisipasi
politik. Pembangunan ekonomi dijaga dengan kekuatan militer yang kuat sehingga
terlihat stabil. Pertumbuhan partai politik dan pengekpresian politik dilarang
dalam upaya menciptakan kestabilan untuk pertumbuhan ekonomi. Rakyat seakan
dibungkam untuk menuntut hak-haknya atas nama pembangunan ekonomi. Pada masa
Orde baru, bentuk partisipasi rakyat diatur agar hanya terlibat pada pemilihan
umum anggota DPR dan DPRD. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kaitan politik
dan birokratik dalam pola usaha. Pemerintah sudah sejak awal jadi mesin
pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan para birokrat-politik terlibat usaha yang
bersifat jangka pendek. Pola ini tidak mendorong tumbuhnya kepercayaan dunia
usaha untuk jangka panjang..
Sistem politik Indonesia pada masa
itu mempunyai kelemahan, salah satu diantaranya adalah sedikitnya sumber-sumber
yang dapat menjadi penekan dan penyeimbang atas kekuatan pemerintah, di tingkat
nasional atau daerah. Padahal, kekuatan penekan sangat diperlukan untuk
melakukan kontrol, maupun sumbangan-sumbangan gagasan dan pemikiran untuk
membentuk bangunan sosial politik yang lebih aspiratif.
Pengaruh kalangan non-pemerintah,
termasuk dari pengusaha dan profesional sangat terbatas dan acap diabaikan.
Kecuali para pengusaha tertentu yang mempunyai koneksi langsung dengan
penguasa. Ketergantungan ekonomi swasta pada pemerintah menimbulkan hubungan
yang sangat tidak sehat di antara keduanya, yang jika dipandang dari sudut
politik, usaha, dan masyarakat luas sangatlah merugikan. Konsekuensi dari
hubungan yang tidak sehat tampak nyata ketika Indonesia diterpa krisis ekonomi,
sosial dan politik sekaligus, yang mengalami kesulitan untuk diperbaiki.
Kalangan usaha dan profesi swasta
yang merupakan unsur krusial dalam pembentukan kelas menengah, selama zaman
Orde Baru tidak memiliki kesempatan untuk membentuk asosiasi maupun organisasi
yang mampu berfungsi sebagai sumber kritik, pengaruh, dan sumbangan ide pada
perencanaan politik, ekonomi dan sosial. Unsur-unsur baru dari kalangan
profesional maupun kalangan usaha cenderung menghindarkan diri dari politik dan
berkonsentrasi pada bidangnya sendiri yang sempit.
Semua hal tersebut membuat sistem
ekonomi Indonesia menjadi cukup rawan krisis, terutama krisis fiskal dan krisis
keuangan. Terjadinya krisis rupiah dan berbagai dampaknya membuat pemerintah
terpaksa harus mengeluarkan sejumlah kebijakan deregulasi di bidang ekonomi.
Secara politik, kebijakan ini memacu pertumbuhan sektor swasta, termasuk
swastanisasi BUMN. Hal ini menuntut pemerintah untuk melakukan pembenahan besar-besaran.
Pemerintah terpaksa menerima tawaran IMF untuk menyetujui Nota Kesepakatan
menuju reformasi ekonomi. Krisis ekonomi memang menimbulkan dampak politik yang
lebih kuat. pemerintah semakin didesak untuk melepaskan keterlibatannya dari usaha
dan untuk lebih menjalankan fungsi sebagai perlengkapan politik supaya dapat
bertugas menyehatkan sistem ekonomi.
Sistem peraturan hukum yang kuat
sangat dibutuhkan untuk menopang kinerja reformasi ekonomi. Kalangan dunia
usaha semakin menuntut kepastian hukum. Krisis rupiah yang semakin parah sampai
menggerogoti sistem ekonomi, telah memperlemah posisi birokrat-politik. Banyak
dari mereka yang mulai terbuka terhadap reformasi politik. Banyak telah
menyatakan perlunya reformasi. Hasil kemajuan ekonomi secara internal telah
menghasilkan sebagian lapisan yang menghendaki reformasi politik. Kalangan usaha
menghendaki tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk jangka panjang. Semua ini
hanya dapat dicapai dengan program reformasi ekonomi dan diperkuat dengan
reformasi politik.
C.
Pengaruh
Politik terhadap Ekonomi dan Usaha di Indonesia pada Era Reformasi
Struktur dan pandangan rezim Orde
Baru telah menjadikan kalangan usaha dan profesional merasa lebih mudah dan
aman untuk mengikuti keadaan daripada mencoba mendorongnya ke arah lain yang
lebih sehat. Kecenderungan ini dengan sendirinya memperluaskan korupsi, kolusi,
dan penyalahgunaan kekuasaan pada zaman Orde Baru. Pada era reformasi,
gejala-gejala itu sulit dihilangkan karena telah mengakar di setiap lembaga
negara, maupun di kalangan usaha dan profesional. Masalahnya bukan hanya
korupsi yang sulit diatasi, tetapi juga hilangnya orientasi terhadap
kepentingan masyarakat luas dan lemahnya kemauan untuk merombak sistem politik,
termasuk lembaga-lembaga negara yang amat perlu diperbaiki, struktur ekonomi,
dan hubungan antara warga negara dan negara.
Di dalam negeri, perubahan di bidang
politik dan pemerintahan yang diwarnai dengan adanya perubahan signifikan dalam
sistem politik (terjadi proses demokratisasi) membuka suatu peluang baru dan
juga ancaman baru bagi dunia usaha di Indonesia. Keputusan-keputusan politik
atau hukum perlu juga selalu dicermati. Perubahan-perubahan kepemimpinan
seringkali berakibat terjadinya perubahan dalam keputusan politik dan yang
akhirnya berdampak secara langsung terhadap kondisi usaha. Sebagai contoh. Pada
saat Orde baru, perdagangan Bahan Pangan Pokok selalu dikendalikan oleh
Pemerintah melalui BULOG, sehingga ada kondisi yang stabil dalam perdagangan
Bahan Pangan Pokok tersebut. Tetapi, setelah reformasi peran BULOG diredefinisi
sehingga tidak menjadi pemain sentral dan akhirnya seringkali berdampak
terhadap terjadinya fluktuasi harga dan kelangkaan barang yang disebabkan
permainan spekulan, sehingga yang terkena dampak/pengaruhnya adalah rakyat
miskin yang semakin menderita untuk mendapakan kebutuhan pangan mereka.
Di tahun 2007 yang lalu kondisi
perpolitikan nasional relatif stabil, walaupun banyak unjuk rasa diberbagai
daerah terutama menyangkut kekisruhan hasil Pilkada dan di tingkat nasional
menyangkut kebijakan pemerintah tentang UU PA, UU PMA, UU Pornografi dan UU
Politik yang banyak menimbulkan kontroversi dari masyarakat. Dari kondisi
politik yang demikian ternyata pengaruh terhadap sektor ekonomi tidak begitu
signifikan. Tercatat kondisi pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 merupakan
kondisi terbaik sejak krisis ekonomi 1998. Berbagai sektor ekonomi mengalami
peningkatan, di sektor properti, nilai kredit properti yang dirilis Bank
Indonesia (BI) per Juni 2007 sebesar Rp130,93 Trilyun naik 7-8% dibandingkan
tahun sebelumnya. (1)
Di tahun 2008 ini perilaku ekonomi
menjadi sering kali sulit diprediksi. Bahkan oleh Pemerintah sekalipun yang
memiliki ekonom-ekonom yang sangat pakar di bidangnya. Sebagai contoh yang
nyata adalah dalam penyusunan APBN 2008 prediksi harga minyak 80 US $ per
barel, tapi pada awal tahun perekonomian nasional dikejutkan dengan kenaikan
harga minyak dunia yang menembus batas sampai 100 US $ per barel bahkan
melewati 110 US $ per barel sampai akhir kuartal pertama 2008. Kenaikan ini
tentunya berpengaruh terhadap asumsi APBN tahun 2008 sehingga pemerintah mau
tidak mau dihadapkan pada pilihan sulit antara tetap mempertahankan subsidi BBM
dengan harga yang ada atau menaikkan harga BBM untuk mengurangi defisit APBN
yang terlalu berat. Selain itu dari sektor perbankan, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan menurunkan BI rate menjadi 8% per Januari 2008. (2)
Dengan dikeluarkan kebijakan ini memberikan peluang bagi sektor properti untuk
bisa berkembang. Namun dari bidang politik kemungkinan-kemungkinan negatif bisa
terjadi mengingat kondisi tahun 2008 masih rawan karena semua partai politik
akan bekerja keras untuk meraih dukungan massa, gesekan-gesekan politik
kemungkinan akan mudah terjadi. Tentunya kondisi serupa dihadapi oleh para peusaha,
sulit sekali untuk secara akurat memprediksi kondisi ekonomi. Hal ini antara
lain juga dampak globalisasi yang menyebabkan kondisi ekonomi di suatu negara
dapat berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi negara lainnya. Bahkan ketika
ramalan tentang kondisi ekonomi akurat, masih belum jelas dampak ekonomi
terhadap industri tertentu. Sebagai contoh nyata, seperti yang telah diketahui
bersama saat ini beberapa sektor industri sedang digoncang krisis akibat
pengaruh krisis global yang tengah melanda dunia. Beberapa perusahaan telah
berencana merumahkan bahkan memPHK karyawan-karyawannya.
Dalam sektor perbankan, kalangan
perbankan mengkhawatirkan gejolak ekonomi global akan menggerus kinerja
perbankan di tengah situasi politik yang mulai menghangat menjelang pemilihan
umum 2009. Di sisi lain, Bank Indonesia meyakini fundamental industri perbankan
dalam negeri cukup kuat, sehingga bank sentral meminta sejumlah kalangan agar
tetap optimistis. Direktur Bank NISP Rudy Hamdani menyatakan pihaknya mulai
'mencium' gelagat dampak dari gejolak perekonomian dunia terhadap perekonomian
dalam negeri, disusul peningkatan suhu politik menjelang 2009. Akan tetapi di
sisi lain, di tengah indikator ekonomi akabibat kenaikan harga bahan bakar
minyak, yang berpengaruh besar dan cenderung negatif terhadap perilaku usaha,
kalangan perbankan merasa optimis dapat meningkatkan pertumbuhan kredit. Suhu
politik Pemilu 2009 yang sudah mulai terasa, diharapkan dapat mendorong gairah
perekonomian. Dana-dana politik dan perputaran uang untuk tujuan politik dan
kampanye semakin lancar sehingga diharapakan terjadi pertumbuhan dana ekonomi
pihak ketiga dan pertumbuhan usaha yang berkaitan dengan politik, sebagai
contoh usaha percetakan dan usaha sablon bendera dan sebagainya.
Proyeksi semua sektor ekonomi pada
tahun 2008 selalu dikaitkan dengan variabel politik. Hal ini disebabkan suhu
politik di tahun 2008 diprediksi akan meningkat karena persiapan Pemilu 2009.
Faktor politik pasti berdampak pada perekonomian, terutama pada investasi.
Situasi politik menjelang pemilu dan Sidang Umum MPR, melahirkan iklim
ketidakpastian bagi investor, terutama investor asing. Adapun pengaruh politik
menjelang Pemilihan Presiden 2009 diyakini akan memengaruhi uang beredar. Di
satu sisi, aktivitas ekonomi akan menurun seiring dengan keterlibatan pelaku
ekonomi dalam pemilu.
Hubungan
sektor usaha dengan politik lebih mengacu pada konteks ekonomi yang dipengaruhi
oleh kebijakan politik, apabila kondisi politik tidak menentu atau mengalami
kekacauan (chaos) akan berdampak kepada perekonomian terutama menyangkut sektor
industri; permintaan dan penawaran tidak seimbang dan distribusi barang akan
terganggu. Apabila ini berlanjut maka akan terjadi inflasi tinggi yang ditandai
dengan kenaikan harga akibat permintaan yang menurun drastis atau bajhkan tidak
adanya permintaan. Di sisi lain,pengaruh gejolak politik pada kegiatan ekonomi,
tidak dapat diukur dengan eksak dan laporan angka-angka. Para pengamat hanya
dapat menganalisa kualitas dampaknya.
D.
Peluang
mengatasai dampak negatif pengaruh politik terhadap usaha
Dalam suasana sekarang yang penuh
ketidakpastian politik dan ekonomi, ada semacam peluang untuk mengatasi
hubungan antara pemerintah dan usaha melalui pembagian kekuasaan, strategi
pembangunan menurut sektor-sektor yang sebaiknya diurus para pengusaha swasta
atau negara, dan seterusnya. Selain itu, diperlukan juga semacam ideologi dan
program tentang peranan usaha, harapannya, dan tanggung jawabnya pada
masyarakat, tentang hak dan kewajiban yang bersangkutan dengan penegakkan etika
usaha, tanggung jawab sosial perusahaan dan sejenisnya.
Hal ini tentu saja bukan pekerjaan
yang mudah. Berbagai masalah yang sedang melilit negeri ini seperti stabilitas
politik, kesulitan ekonomi, peninggalan masa lalu terhadap buruknya praktik usaha,
serta ketegangan dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan swasta sangat
mempengaruhi proses tersebut. Memperbaiki pandangan umum terhadap dunia usaha
sangat penting sekaligus sangat sukar, dan menghilangkan kecurigaan rakyat
terhadap kalangan usaha membutuhkan waktu. Tetapi semua harus dilakukan secara
terencana dan terorganisir. Sebuah harapan terwujudnya trias etika: etika
pemerintahan, etika profesi, dan etika usaha. ICW mengambil posisi untuk
bersama-sama rakyat membangun gerakan sosial memberantas korupsi dan berupaya
mengimbangi persekongkolan kekuatan birokrasi pemerintah dan usaha. Dengan
demikian reformasi di bidang hukum, politik, ekonomi dan sosial untuk
menciptakan tata kelola pemerintahan yang demokratis dan berkeadilan sosial
serta berekonomi baik dapat diwujudkan.
Pada akhirnya kondisi perekonomian
akan bisa tumbuh apabila pemerintah tetap berperan sebagai partner yang
menguntungkan bagi berkembangnya perilaku usaha yang dipengaruhi oleh kondisi
politik dalam negeri. Instrumen-intrumen investasi perlu diinovasi, birokrasi
perijinan dan sektor perbankan diharapkan mampu mendukung sektor usaha dalam
menghadapai pengaruh situasi dan kondisi politik.
Demokrasi dalam satu dasawarsa
terakhir turut mewarnai sejarah dalam sistem politik di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan kebebasan seseorang untuk mengemukakan pendapat melalui media
cetak maupun elektronik yang dianggap dapat menyalurkan ide dan suara
mereka.Perkembangan dunia jurnalistik yang dalam era sebelum reformasi seolah
dikekang oleh Pemerintah juga turut berperan dalam mengawal transisi sistem
perpolitikan di Indonesia.
Setelah era reformasi bergulir,
kegiatan pemerintahan yang tadinya bersifat sentralis berubah menjadi
desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Keleluasaan
otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi,
menjadi desentralisasi wewenang yang berarti meningkatnya peran pemerintah
daerah akibat berkurangnya campur tangan pemerintah pusat dalam mengatur
wilayahnya masing-masing demi tercapainya kesejahteraan masyarakat setempat
sesuai koridor yang berlaku (Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah).
Sejatinya, politik dan bisnis
mempunyai pola hubungan yang saling terkait.Layaknya hubungan timbal balik
antar individu, aktifitas politik seharusnya dapat menunjang kegiatan bisnis
dalam sebuah lingkup Negara. Hal yang sama terjadi dengan bisnis yang dapat
mendukung kegiatan politik untuk mempertahankan kedaulatan Negara.
Tidak
heran, jika kita lihat para pelaku bisnis sangat dekat dengan dunia
politik.Bahkan, beberapa di antaranya juga merupakan figur politik yang sangat
dikenal oleh masyarakat. Keterlibatan mereka dapat kita rasakan saat pemilihan
kepala daerah maupun pemilihan anggota legislative baik di tingkat nasional
maupun tingkat daerah. Mereka menyadari bahwa para elit politik ini memegang
peranan penting dalam membuat kebijakan yang nantinya akan menentukan iklim
perekonomian di daerah tersebut.
E.
Otonomi
Daerah dan Bisnis
Indonesia merupakan negara hukum
berbentuk republik yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan bersifat
parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan
pembagian kekuasaan. Walaupun populasi Muslim di Indonesia merupakan yang
terbanyak di dunia tetapi Indonesia bukanlah sebuah Negara Islam. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
(Berbeda-beda tetapi tetap satu) dan di bawah payung Pancasila, Negara yang
dilewati oleh garis khatulistiwa ini menjelma menjadi sebuah Negara yang mampu
mengatasi problematika kemajemukan yang ada.
Cabang eksekutif dipimpin oleh
seorang Presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
yang dibantu oleh seorang Wakil Presiden yang kedudukannya sebagai pembantu
presiden di atas para menteri yang juga pembantu presiden. Kekuasaan legislatif
dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu,
Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD.Cabang yudikatif
terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang
secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman.Kekuasaan Inspektif
dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan di setiap
Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD
menurut asas Desentralisasi.Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi Daerah adalah kewenangan
Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi.
Dengan alasan inilah Pemerintah pusat
memberikan kewenangan yang lebih dengan harapan terciptanya keunggulan
kompetitif bagi dunia bisnis. Otonomi daerah diharapakan dapat menjawab semua
permasalahan politik terkait lingkungan bisnis.
Hal yang terjadi malah sebaliknya,
otonomi yang dimiliki daerah tidak malah meningkatkan daya saing. Kesempatan
ini malah dimanfaatkan untuk bisa mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya
sehingga para pelaku bisnis bukannya mendapatkan kemudahan dari kebijakan yang
dibuat oleh pejabat daerah tetapi malah menambah beban biaya operasional
mereka.Belum lagi maraknya “pungli” (pungutan liar) yang dilakukan oleh oknum
aparat yang seharusnya malah memerangi dan memberantas penyalahgunaan wewenang.
Mental korupsi yang dulunya dilakukan oleh pejabat pusat malah menjalar hingga
pejabat tingkat daerah yang notabenenya pada era orde baru kurang mendapatkan
kesempatan.
Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan
Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) mengenai korupsi yang dilakukan oleh
Pemerintah kota dan rangkuman Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tentang daerah-daerah yang
memiliki potensi korupsi seharusnya membuat masyarakat miris bagaimana
pendapatan mereka yang berasal dari pajak bukannya digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan malah dipakai untuk kepentingan pribadi dan golongan. Belum lagi
dengan mudahnya para pejabat disogok untuk melancarkan bisnis para “pengusaha
hitam” yang sebetulnya dalam jangka panjang akan lebih banyak memberikan
kerugian dan kerusakan lingkungan dibandingkan keuntungan. Anehnya, para
pelakunya tidak hanya berasal dari eksekutif dan legislatif tetapi juga
menjalar hingga pihak yudikatif yang seharusnya menghukum para pelaku tersebut.
Padahal di era globalisasi ini,
Pemerintah mempunyai peran vital dalam menentukan tingkat daya saing industry
dalam suatu Negara.Krisis Eropa membuat para investor global mengalihkan
perhatian mereka kepada Asia yang dianggap memiliki potensi ekonomi yang
relative stabil. Tetapi, pada kenyataannya, Peringkat daya saing global (global
competitiveness index/GCI) Indonesia turun untuk periode 2012-2013 dari ranking
46 menjadi ranking 50.
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian
dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik J. Rachbini mengatakan
bahwa para pengusaha di Indonesia mengibaratkan birokrasi pemerintahan sebagai
momok penghambat dunia usaha, sebagai anggota G-20 level ekonomi Indonesia
layak disejajarkan dengan negara maju, tetapi birokrasinya seperti
negara-negara di Afrika. Bahkan menurut beberapa pengamat, Negara ini
sebetulnya tidak membutuhkan peran presiden, menteri dan elit politik lainnya
untuk mendukung ekonomi Indonesia. Julukan Negara “Autopilot” pun disematkan
karena ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh tanpa peran aktif mereka.
Hal lain yang turut mendapatkan
sorotan adalah bagaimana kesiapan infrastruktur yang ada dalam menyokong beban
operasional perusahaan. Permasalahan dari masalah hulu seperti tidak optimalnya
supply listrik dari PLN hingga masalah jalan yang sangat buruk kualitasnya
sehingga membuat bengkak biaya logistic dan memperlambat konektifitas antar
daerah maupun antar Negara (ekspor dan impor).
Alasan klasik yang selalu diberikan
pemerintah adalah ketidakmampuan atas biaya investasi yang diperlukan. Dana
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang seyogyanya dapat digunakan untuk
infrastruktur lebih banyak dipakai untuk gaji aparatur Negara. Padahal seperti yang
kita ketahui jumlah para pegawai tidak berdampak langsung pada kualitas
birokrasi. Birokrasi kita lebih membutuhkan pekerja yang memiliki skill dan
etika.
Rizal Mallarangeng menyebutkan
agar sebuah negeri
bisa dikatakan demokratis,
setidaknya harus ada tiga prasyarat kelembagaan. Pertama, undangundang
yang menjamin hakhak
politik yang paling
dasar bagi tiap warganegara, seperti
hak untuk berpendapat,
beragama dan berserikat. Kedua,
pers yang bebas.
Dan ketiga, pemilu
yang jujur dan lembaga
perwakilan yang otonom. Pers yang tidak termasuk dalam
konstitusi dapat didayagunakan sebagai pengawas pemerintah. Pers atau media
massa dapat dijadikan sebagai penghubung informasi antara Negara dengan publik.
Dalam era globalisasi saat ini,
batas-batas kedaulatan Negara hampir tidak terlihat. Pernyataan ini jangan
dimaknakan dalam arti sesungguhnya bahwa untuk memasuki wilayah teritori
keadulatan lain seseorang atau kelompok tertentu mempunyai kebebasan.
Batas-batas di sini lebih dikondisikan dalam persaingan ekonomi antar Negara.
Hubungan politik dengan bisnis lebih mengacu pada konteks ekonomi yang
dipengaruhi oleh kebijakan politik, apabila kondisi politik tidak menentu maka
dampaknya akan dapat dirasakan oleh industri. Sistem demokrasi diharapkan dapat
bersinkronisasi dengan mekanisme liberalisasi pasar.
Pasar bebas janganlah dijadikan
sebuah ancaman atau hambatan dalam liberalisasi perdagangan, melainkan peluang
untuk menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan kekuatan ekonomi di
panggung internasional. Naiknya peringkat Indonesia dari BB+ menjadi BBB- dari
lembaga pemeringkat Fitch Ratings jangan membuat pemerintah cepat puas. Berita
ini memang merupakan kabar baik jika dilihat bagaimana Indonesia mendapatkan
peringkat utang di tengah krisis Amerika Serikat dan Eropa.
Permasalahan semisal birokrasi,
korupsi dan infrastruktur harus ditemukan segera solusinya sebelum Negara Asia
lain mendapatkan momentum untuk meningkatkan daya saing ekonominya.
Keberhasilan pemerintah akan dilihat seberapa jauh tahap implementasinya dan
bagaimana dampaknya terhadap dunia usaha. Oleh karena itu, DPR sebagai badan
legislasi harus mampu merumuskan undang-undang yang kompleks sebagai acuan
dunia usaha, pun demikian Pemerintah juga harus mampu menjaga stabilitas
politik dan keamanan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
diperkirakan sekitar enam persen pada tahun 2012.
BAB III
PENUTUP
Dari semua penjelasan di atas, maka
dalam demokrasi muncul kekuatan baru dalam mengawal hubungan politik dengan
dunia usaha yaitu pers. Persatau media massa yang memiliki independensi
diharapkan mampu memberikan informasi yang objektif, tidak subjektif dan tidak
memihak kepada siapapun. Pers yang juga disebut sebagai pilar demokrasi berfungsi
sebagai kekuatan keempat setelah eksekutif, legislative dan yudikatif.
Masalah-masalah inilah yang
memunculkan perlunya rencana untuk meningkatkan dan mempercepat perekonomian
Indonesia menuju kekuatan ekonomi regional dan global sekaligus mewujudkan kesejahteraan
untuk seluruh rakyat Indonesia.Ide ini dirumuskan dalam proyek Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI.MP3EI sendiri
memiliki semangat Not Business as Usual
dengan mempertimbangkan berbagai potensi dan keunggulan yang dimiliki, serta
tantangan pembangunan yang harus dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
http://prasetyo-utomo.blogspot.com/2010/12/pengaruh-faktor-politik-terhadap-usaha.html
http://64.203.71.11/kompas-cetak.htm
http://nisaamelia08.blogspot.com/2013/11/bagaimanapengaruh-politik-terhadap.html
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/10/10/bisnis-dalam-lingkungan-politik-indonesia-494717.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Indonesia
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………….....
Daftar Isi ……………………………………………….……………..…
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang …………………………………………………..
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaruh Lingkungan Politik Terhadap Kemajuan
Usaha dii Indonesia …………………………………………………………
B.
Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Usaha di
Indoenesia Era Orde Baru ……………………………………………………….
C.
Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Usaha di
Indonesia pada Era Reformasi …………………………………………………….
D.
Peluang mengatasai dampak negatif pengaruh politik
terhadap usaha ……………………………………………………………..
E.
Otonomi Daerah dan Bisnis ………………………………………
BAB III
PENUTUP ……………………………………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………..…….
|
i
ii
1
2
3
5
8
10
14
15
|
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
pemeliharaannyalah sehingga sampai hari ini kita semua masih tetap berada dalam
keadaan sehat. Lebih dari itu, rasa syukur juga saya panjatkan karena dalam
keadaan terbatas saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kepada
semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam proses penyusunan makalah ini
diucapkan terima kasih.
Dalam
pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, namun kiranya
dapat dimaklumi dan mendapat kritik dan saran yang dapat membangun untuk
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Poso,
Oktober 2014
Penyusun
No comments:
Post a Comment